Rabu, 26 Agustus 2015

Panca Sraddha Lima Keyakinan Agama Hindu



PANCA SRADDHA
LIMA KEYAKINAN AGAMA HINDU
Oleh: Karnadi, S.Pd.H, M.Si
1.     PENDAHULUAN
Salah satu aspek penting dalam kehidupan beragama adalah keyakinan. Keyakinan dalam agama Hindu dikenal dengan kata SRADDHA. Keyakinan mempunyai fungsi dan kedudukan yang khas dalam sistem ajaran keagamaan. Sraddha memiliki fungsi antara lain; pertama sebagai kerangka, bentuk dan isi dari agama Hindu. Dengan melihat keyakinan seseorang kita dapat melihat agama seseorang. Orang yang memiliki keyakinan Panca Sraddha dapat dipastikan orang itu beragama Hindu, demikian juga dengan keyakinan yang lainnya. Fungsi kedua dari sraddha adalah sebagai alat atau sarana dalam mengantarkan manusia kepada Tuhan. Hal ini dapat dijelaskan dalam Kitab Yajur Weda XIX.30 sebagai berikut;
Vratena dīkṣām āpnoti dīkṣayāpnoti dakṣiņām,
Dakṣiņā śraddhām āpnoti śraddhayā satya āpyate
                                                      (YV XIX.30)
Artinya:
Melalui pengabdian (vrata) orang memperoleh kesucian (diksam), dengan kesucian seseorang memperoleh anugrah (daksina). Dengan anugrah seseorang mendapatkan keyakinan (sraddha), dengan keyakinan seseorang memperoleh kebenaran (satya).
BG IV.40
ajñaś cāśraddadhānaś ca saṁsayātmā vinaśyati,
nāyaṁ loko ‘sti na paro na sukham samśayātmanah.
artinya:
Tetapi mereka yang tidak berpengetahuan dan tidak percaya dan bersifat ragu, akan hancur binasa, baginya tidak ada kebahagiaan, tidak di dunia ini demikian juga tidak di dunia sana.

2.     PENGERTIAN SRADDHA
Pada awal penulisan kami mengutip pengertian sraddha dari A Sanskrit-English Dictionary, Sir Monier Monierm Williams dalam bukunya Made Titib (Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan 1998:166). Menurut kamus ini pengertian sraddha adalah keimanan, kepercayaan, keyakinan, penuh kepercayaan, penuh keimanan, percaya kepada, loyal. Pengertian sraddha di atas bukanlah satu-satunya. Masih banyak pengertian yang lain. Berikut ini kami kutibkan pengertian sraddha dari sumber ahli yang lain.
Secara etimoloigis kata sraddha (yang kata asli dari Bahasa Sanskerta ‘śraddhā’) berasal dari śrat, sebuah akar kata benda yang mungkin berarti ‘hati’ dan akar kata dhā yang berarti menempatkan; dengan demikian akan berarti: ‘menempatkan hati seseorang pada sesuatu’. Dalam penulisan ini kami tidak menulis kata śraddhā dalam bentuk aslinya tetapi menjadi ‘sraddha’ yang (menurut penulis) sesuai dengan kaidah dalam Bahasa Indonesia.
Sebuah bagian dalam Vajasaneyi Samhita menyatakan bahwa sraddha adalah kebenaran dan asraddha adalah dusta. Sraddha disajikan sebagai dewa abstrak dalam Rg Veda (X.151). Dewa ini menjadi putri Matahari dalam Satapatha Brahmana (XII.73.1), dan putri Prajapati dalam Taitiriya Brahmana (II.3.10.1). Sraddha disimbulkan dengan seorang perempuan cantik (kalyāni) dan asraddha dengan seorang perempuan yang sangat cantik (atikalyāni) di dalam Satapatha Brahmana (XI.6.1.12). Hubungannya kemudian dimuat di dalam Epos dan kitab-kitab Purana.
Penulis Veda Nighantu, Yaska menjelaskan śrat sebagai salah satu sinonim dari kebenaran (satyanamani) dan sraddha sebagai sikap pikiran berdasarkan kebenaran. Komentator VS, Mahidhara menafsirkan sraddha dalam VIII.5 dan XIX.30 sebagai astikyabuddhi, penegasan sikap mental atau visvasa, kepercayaan. Ia juga menguraikan visvasa sebagai paralokavisvasa (XVIII.5), kepercayaan akan dunia setelah kematian.
Sayana menafsirkan sraddha dengan makna-makna sebagai berikut; penghormatan yang tinggi, kepercayaan, suatu bentuk tertentu dari keinginan manusia, dan menjelaskan śraddhādhanah sebagai mereka yang memiliki kepercayaan dalam dan semangat pada pelaksanaan ritualistik.
V.S. Apte dalam The Practical Sanskrit-English Dictionary (Kamus Praktis Bahasa Sanskerta-Inggris) memberikan makna-makna sraddha sebagai berikut; kepercayaan, percaya dengan wahyu suci, kepercayaan agama, ketenangan pikiran, kerukunan, keakraban, rasa hormat, penghormatan, keinginan kuat atau berapi-api, dan keinginan seorang wanita hamil.
Berdasarkan berbagai macam penafsiran pengertian sraddha tersebut di atas, K.L.Seshagiri Rao berpendapat pertama, bahwa sraddha menyatakan suatu keinginan hati akan sesuatu, dan kedua berarti suatu kepercayaan atau keyakinan pada sesuatu untuk mewujudkan keinginan tersebut. Kedua makna ini mengacu pada fungsi-fungsi hati (nurani).

3.     PANCA SRADDHA
Panca Sraddha adalah lima keyakinan dalam agama Hindu. Kelima keyakinan Hindu tersebuat adalah; (1) Yakin kepada Tuhan atau Brahma Tattwa, (2) Yakin terhadap Atma atau Atma Tatwa, (3) Yakin terhadap Hukum Karma Phala atau Karma Phala Tattwa, (4) Yakin terhadap Punarbhawa/Samsara atau Punarbhawa Tattwa, dan (5) Yakin terhada Moksa atau Moksa Tattwa. Selengkapnya diuraikan sebagai berikut;

A.     BRAHMAN TATTWA
Tuhan atau Sang Hyang Widdhi dalam kitab-kitab Upanisad sering disebut dengan kata Brahman. Kata ”brahma(n)” mengalami perkembangan / perubahan arti sesuai dengan kontek dan teks, misalnya dalam Rg Veda berarti mantra atau doa. Dalam kitab brahmana berarti ritual, akhirnya dalam upanisad kata ini dipergunakan untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa. Istilah untuk menyebut Tuhan Yang Maha Kuasa, sang pencipta dan sumber atau asal mula segala yang ada di alam semesta ini, dalam upanisad adalah BRAHMAN. Kata Brahman ini diambil dari akar kata ”bṛh” yang berarti tumbuh atau berkembang, timbul kemana-mana. Definisi ini terdapat dalam Atharvasiras Upanisad yang slokanya berbunyi sebagai berikut;
”brhati, brhmayati tasmad ucyate para brahma”
Artinya :
Itu disebut Brahman karena ia tumbuh dan menyebabkan tumbuh.
     
Candogya Upanisad III.14 mendefinisikan Brahman dengan istilah TAJJALAN sebuah kata akronim yang berarti :
”Itu (TAT) darimana dunia ini muncul (JA), ke dalam mana ia kembali (LA) dan dengan mana ia menopang dan hidup (AN).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan pengertian BRAHMAN adalah asal mula, tempat kembali, dan yang menopang dan menghidupi segala yang ada di alam semesta ini.
Definisi Brahman menurut Taittiriya Upanisad III.1, Brahman adalah dari mana semua makhluk hidup lahir, dengan mana mereka hidup, dan ke dalam mana mereka diserap. Sementara itu di Taittiriya Upanisad III.1 dikatakan bahwa Brahman adalah Satya (riil), jnana atau pengetahuan dan ananta atau tak terbatas.
Di Brahma Sutra, Brahman didefinisikan dengan kalimat pendek (sutra) ”JANMĀDYASYA YATAH” yang artinya : (Brahman adalah yang mahatahu dan penyebab yang mahakuasa) dari mana munculnya asal mula dll., (yaitu pemeliharaan dan pelaburan) dari (dunia ini). Dan ada banyak lagi pengertian Brahman dalam upanisad-upanisad yang lain. Berikut ini dikutib pengertian Brahman dalam Svetasvatara Upanisad, dengan membacanya kita akan mempunyai gambaran yang lebih jelas mengenai topik ini. Berikut ini kutipannya :
1)     Tetapi yang dipuja-puji oleh Upanisad adalah Brahman yang bersifat maha mutlak, yang didalamnya terdapat tri murti yaitu; subyek yang menghayati kebahagiaan, obyek kebahagiaan yang dihayati, dan sang penggerak. Brahman adalah pendukung alam semesta yang sempurna dan tidak dapat hancur. ...... (Sv. Up. I.7)
2)     Beberapa orang bijaksana, yang masih terliputi oleh maya, menganggap bahwa yang menjadi penyebab munculnya segala sesuatu yang ada adalah alam atau waktu. Tetapi apabila dia sudah terbebas dari maya dan mencapai kasunyataan, maka dia akan mengetahui bahwa Brahmanlah yang menggerakkan roda alam semesta itu. (Sv. Up. VI.1)
3)     Alam semesta dengan segala isinya, yang terdiri dari : tanah, air, api, udara, dan ether, itu dicipta dan diperintah oleh Brahman. Beliau yang bersifat abadi, yang menjadi yang dipertuan atas waktu itu, yang memiliki semua sifat-sifat, yang keberadaannya ada di mana-mana, yang secara berulang-ulang mengadakan penciptaan dan penghancuran, yang meliouti dan meresapi alam semesta, yang maha bijaksana, dan yang maha mengetahui, itu adalah pengatur seluruh isi alam semesta dan memekarkan semua benih kehidupan. (Sv. Up. VI.2)
4)     Brahman setelah mencipta alam semesta, kemudian menggabungkan prinsip roh dengan prinsip zat, yaitu kegiatan penciptaan yang tunggal, kegiatan penciptaan yang dua, kegiatan penciptaan yang tiga, serta kegiatan penciptaan yang delapan. Juga kegiatan penciptaan yang berhubungan dengan waktu itu intelek yang halus. (Sv. Up. VI.3)
5)     Dia adalah sumber munculnya segala sesuatu. Beliau ádalah sumber dari persebaban. Brahman itu berada di atas tiga bagian waktu; masa yang telah lalu, masa Sekarang, dan masa yang akan datang. Tetapi Beliau juga dapat menifest di luar waktu. Sian yang memujua Brahman yang menjadi sumber dari alam semesta itu sebagai yang ada dalam hati sanubarinya, maka dia akan dapat bebas dari ikatan-ikatan. (Sv. Up. VI.5)
6)     Pada diri Brahman itu tidak terdapat sebab-akibat. Tidak ada di seluruh alam semesta ini yang tampak menyerupai Beliau (neti-neti-neti) atau yang mampu melebihi Beliau. Kesaktian Beliau menampak dengan munculnya berberbagai ragam wujud, yang keberadaannya di setiap diri makhluk berlaku sebagai sumber kekuatan, sumber pengetahuan, sumber penggerak, dan sudah ada sejak makhluk itu dilahirkan. (Sv. Up. VI. 8)
7)     Di alam-Nya Brahman tidak perlu terdapat matahari, bulan, dan bintang-bintang untuk meneranginya. Juga di sana tidak perlu terdapat halilintar atau api. Karena Brahman itu kerkeadaan bersinar-sinar dengan amat terangnya, maka benda-benda di alam semesta pun menjadi bersinar-sinar pula. Brahmanlah yang menjadikan segala sesuatu di alam semesta ini menjadi mampu mengeluarkan sinar-sinarnya. (Sv. Up. VI. 14)
Dari sloka-sloka Svetasvatara Upanisad yang dikutib di atas, kita mendapat gambaran yang lebih baik tentang apa, siapa, bagaimana, dan dimana Brahman sang pencipta serta asal mula dari segala yang ada ini.
Selain daripada itu sebagai seorang yang awam mungkin akan banyak pertanyaan, misalnya Tuhan dalam Weda itu esa atau banyak, bagaimana kedudukan dewa-dewa, siapakah dewa-dewa itu, Tuhankah? Dan lain-lain. Untuk menjawab semua pertanyaan itu ada baiknya kita perhatikan sloka-sloka berikut;
1)     Mantram Tri Sandhya bait ke tiga :
Om tvam śivah tvam mahādevah, īśvarah parameśvarah, brahmā viśnusca rudraśca, purusah parikīrtitah.
Artinya :
Ya Tuhan, Engkau adalah Siva, Mahadeva, Isvara, Paramesvara, Brahma, juga Visnu, dan Rudra. Engkaulah Purusa yang selalu dipuja.

2)     Rig Veda I.164.46
Indram mitram varunam agnim āhur, atho divyah sa suparno garutmān, ekam sad vipra bahudhā vadantyagnim yamam mātarisvānam āhuh.
Artinya :
Mereka menyebut Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan ada Garutman Ilahi yang bersayap indah. Keberadaan Yang Esa orang bijaksana menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan.

3)     Yajur Veda XXXII.1
Tad eva agnis tad ādityas tad vāyus tad u candramāh, tad eva śukra tad brahma tā ‘āpah sa prajāpatih.
Agni adalah itu, Aditya adalah itu, Vayu adalah itu, Candra adalah itu. Sinar adalah itu, Brahma adalah itu, Apah (air) semua itu, Prajapati adalah Dia.

4)     Bhagavad Gita XI.9
Vāyur yamo ‘gnir varunah śaśānkah prajāpatis tvam prapitāmahaś ca, namo namas te’stu sahasra-krtvah punaś ca bhūyo’pi namo namas te.
Artinya :
Engkau adalah Vayu, Yama, Agni, Varuna, Sasankah (Candra), Prajapati dan leluhur semua makhluk. Engkau dihormati dengan penuh penghormatan bahkan berulangkali memberi penghormatan pada-Mu.

Dari sloka-sloka di atas kita dapat memahami bahwa nama dan wujud yang banyak sesungguhnya adalah sesuatu yang tunggal. Yang tunggal adalah Brahman hakekat ketuhanan sejati, sebagai sumber dari segala ciptaan dan tempat kembalinya segala ciptaan pada akhir jaman.
Memahami ajaran ketuhanan memerlukan pemikiran yang serius. Hal ini karena yang dipelajari adalah hal yang abstrak. Namun demikian dalam agama Hindu terdapat metode untuk menuntun kita mempelajari ketuhanan sehingga kita mendapatkan kebenaran. Metode tersebut dikenal dengan Pramana. Ada tiga pramana atau tri pramana, yaitu; Pratyaksa Pramana, Anumana Pramana dan Sabda Pramana. Pratyaksa Pramana adalah metode untuk mendapatkan kebenaran dengan cara melihat langsung. Anumana Pramana adalah metode mendapatkan kebenaran dengan memakai logika. Sedangkan Sabda Pramana adalah metode mendapatkan kebenaran berdasarkan sumber yang dapat dipercaya.

B.     ATMA TATTWA
Prinsip yang menyebabkan makhluk itu hidup, jantung berdetak, paru-paru menarik dan mengeluarkan nafas, telinga mendengar, lidah mengecap dan berbicara, mata melihat, pikiran berpikir dan seluruh perangkat badan berfungsi, menurut kitab-kitab Upanisad adalah karena Atman. Kata ”Atman” berasal dari akar kata ”An” yang berarti bernafas. Dia adalah nafas dari yang hidup, ātmā te vātah (Rg Veda VII . 87. 2). Secara bertahap pengertiannya berkembang mencakup segala sesuatu yang hidup, jiwa, diri atau oknum inti dari perseorangan.
Samkara menganggap kata ”Atman” dari akar kata yang berarti ”untuk memperoleh, menyantap atau menikmati atau berada pada segalanya. Atman adalah azas hidupnya manusia, jiwa yang mengisi oknumnya, nafasnya, prana, buddhi, prajñā dan berada di atasnya. Atman adalah yang tertinggal sesudah segala sesuatunya yang bukan Atman lenyap. Rg Veda membicarakan tentang bagian yang tiada dilahirkan, ajo bhāgah. Ada unsur yang tidak dilahirkan karena itu abadi pada manusia, yang jangan dibuat keliru dengan tubuh, yang hidup, pikiran dan kecerdasan.
Masih menurut Samkarachārya, eksponen Advaita Vedānta dengan mengutib sebuah sloka tua yang mengatakan Atman berarti yang meresapi semuanya, yang merupakan subyek dan yang mengetahui, mengalami dan menyinari obyek-obyek, dan yang tetap abadi dan selalu sama.
Atman kita sesungguhnya adalah keberadaan yang sejati, kesadaran sendiri, dan tidak disifatkan oleh bentuk pkiran maupun kecerdasan. Atman berbeda dengan tubuh, indra-indra, manas (pikiran), dan buddhi (kecerdasan). Bila tubuh ini diibaratkan sebuah kereta kuda, maka Atman adalah pemilik kereta yang duduk dalam kereta, buddhi adalah kusir, manas adalah tali kekang kuda, indra-indra adalah kuda, dan obyek-obyek indra adalah jalan dan hal-hal lain yang ada dalam perjalanan. Tujuannya adalah pulang ke rumah tempat tinggal Brahman yang tidak lain adalah dirinya sendiri.
Semua jenis makhluk hidup memiliki Atman. Atman berasalah dari Brahman dan identik dengan Brahman (Atman Brahman Aikyam”. Atman adalah diri kita yang sejati. Atman bersemayam dalam jantung atau hṛdaya, sebagai penghuni batin. Ilmu tentang Atman (Atma Vidya/Atma Jñāna) adalah ilmu yang tertinggi yang harus diketahui. Adhyātma vidyā vidyānām. Dengan mengetahui Atman, menyadari keberadaan Atman, kita akan mencapai kebebasan. Brahman, azas pertama alam semesta diketahui melalui Atman.
Sloka-sloka pendukung sifat-sifat Atman:
1)     Atman itu kekal, tidak dilahirkan, dan tidak pernah mati
Na tv evaaham jaatu naasam, Na tvam neme janaadhipaah
Na caiva na bhavisyaamah, Sarve vayam atah param
                                                                                                            (BG. II.12)
Artinya :
Baik Aku, engkau dan para pemimpin ini tidak pernah tidak ada sebelumnya, atau pun akan berhenti adanya, sekali pun sesudah mati.

Na jaayate mriyate vaa kadaacin, Naayam bhuutvaa bhavitaa vaa na bhuuyah
Ajo nityah sasvato ‘yam puraano, Na hanyate hanyamaane sariire
                                                                                                (BG. II.20)
Artinya :
Ia tak pernah lahir, juga tidak pernah mati atau setelah ada tak akan berhenti ada. Ia tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada, dan dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati

2)     Atman tak terlukai oleh senjata, tak terbasahi oleh air, .... dst
nainam chindanti sastraani, nainam dahati paavakah
na cainam kledayanty aapo, na sosayati maarutah
                                                                                    (BG II.23)
Artinya :
Senjata tak dapat melukainya, api tidak dapat membakarnya, air tak dapat membasahinya, dan angin tak dapat mengeringkannya.

3)     Atman tak dapat dikatakan, tidak dapat dipikirkan, tidak dapat diwujudkan
Avyakto ’yam acintyo ‘yam, Avikaaryo ‘yam ucyate
Tasmaad evam viditvainam, Naanusocitum arhasi
                                                                                    (BG II.25)
Artinya :
Dia tak dapat diwujudkan dengan kata-kata, tak dapat dipikirkan dan dinyatakan, tak berubah-ubah, karena itu dengan mengetahui sebagaimana halnya, engkau tak perlu berduka.

4)     Dasar filosofis; prema, ahimsa, vegetarian, trihita karana
yas tu sarvaani bhuutaany, Aatmany evaanupasyati
Sarva-bhuutesu caatmanam, Tato na vijugupsate
                                                                                    (Isa Upanisad : 6)
Artinya :
Tetapi, yang hanya melihat Atman ada pada segala makhluk dan segala makhluk ada pada Atman, tidak akan membenci yang lain.

5)     Pengetahuan Atma akan membebaskan
Sarva-bhuuta-stham aatmanam, Sarva-bhuutaanicaatmani
Iiksate yoga-yuktaatmaa, Sarvatra sama-darsanah.
                                                                                    (BG VI.29)
Artinya :
Dia yang melihat Atman ada pada semua insan dan semua insan ada pada Atman, dimana-mana ia melihat yang sama, adalah dia yang jiwanya terselaraskan dalam yoga
6)     Dasar filosofis bagi cara pandang terhadap segala hal
Sesungguhnya bukanlah karena kepentingan suami, sang suami mencintai tetapi untuk kepentingan Atmanlah sang suami mencintai. Sesungguhnya bukanlah karena kepentingan istri, sang istri mencintai tetapi untuk kepentingan Atmanlah sang istri mencintai. Sesungguhnya bukanlah karena kepentingan para putra, para putra mencintai tetapi untuk kepentingan Atmanlah para putra mencintai. .... dst. (Brhad Aranyaka Upanisad IV.5.6)

C.      KARMA PHALA TATTWA
Karma phala terdiri dari karma dan phala. Karma berasal dari kata “Kṛ” yang berarti bergerak atau berbuat. Sedangkan phala artinya buah. Jadi Karma phala berarti buah dari perbuatan. Hukum karma phala juga berarti hukum sebab akibat.
Hyang Widdhi menciptakan alam semesta disertai dengan Rta atau hukum alam untuk mengatur agar seluruhnya dapat berjalan dengan selaras. Hukum karma phala merupakan bagian dari Rta. Rta bersifat memaksa dan berlaku bagi setiap ciptaan tanpa ada pengecualian. Hukum karmaphala bersifat mutlak. Hukum karmaphala berlaku pada siapa pun, kapan pun dan dimana pun.
Hukum karma phala dapat menjawab semua fenomena yang terjadi di alam ini. Misalnya, mengapa ada orang yang dilahirkan dalam kondisi sehat, cerdas dan sempurna, sementara ada di pihak lain ada orang yang terlahir dalam kondisi cacat? Menurut pandangan hukum karma tidak ada dosa bawaan, setiap manusia mempunyai kehendak bebas untuk menentukan masa depannya sendiri. Sekaligus hal ini mengajarkan tentang etos kerja, bila ingin berhasil berusahalah tanpa kenal lelah, maka keberhasilan akan kita dapatkan, bila tidak sekarang, pasti keberhasilan itu akan diperoleh pada yang akan datang. Karena dalam ajaran karma phala ada tiga kemungkinan buah atau phala itu akan dipetik, yaitu; sancita karma phala, prarabda karma phala, dan kriyamana karma phala.
1)     Sancita karma phala adalah hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita pada masa sekarang;
2)     Prarabda karma phala adalah perbuatan pada masa sekarang buahnya dinikmati habis pada kehidupan sekarang juga;
3)     Kriyamana karma phala adalah perbuatan kita pada masa hidup sekarang buahnya akan diterima pada kehidupan yang akan datang.

SIFAT-SIFAT HUKUM KARMA:
1.      Hukum Karma bersifat abadi, telah ada sejak penciptaan alam semesta dan tetap berlaku sampai pralaya;
2.      Hukum karma bersifat universal; berlaku bagi siapa pun, dimanapun dan kapanpun;
3.      Hukum karma sangat sempurna, adil, dan tidak ada yang mampu menghindarinya;

Sloka – sloka terkait Karmaphala:
1.      Bhagawadgita III.8:
Niyataṁ kuru karma tvaṁ karma jyāyo hyakarmaņaḥ,
śarīra-yātrāpi ca ten a prasiddhyed akarmaņaḥ
Artinya:
Bekerjalah seperti yang telah ditentukan, sebab berbuat lebih baik daripada tidak berbuat, dan bahkan tubuhpun tak akan berhasil terpelihara tanpa berbuat.
2.      Bhagawadgita III.9:
Yajñārthāt karmano’nyatra loko ‘yaṁ karma bandhanaḥ,
Tad-artham karma kaunteya mukta sangaḥ samācara
Artinya:
Kecuali untuk tujuan yajna dunia ini dibelenggu oleh hukum karma, karenanya berbuatlah demi yajna tanpa kepentingan pribadi, wahai putra Kunti.
3.      Bhagawadgita III.22:
Na me pārthāsti kartavyaṁ triṣu lokeṣu kiñcana,
Nānavāptam avāptavyaṁ varta eva ca karmaņi.
Artinya:
Tak ada pekerjaan yang harus ku kerjakan di ketiga dunia ini, atau yang belum Aku capai, wahai Arjuna, tetapi aku tetap sibuk dalam kegiatan kerja.
4.      Bhagawadgita III.23:
Yadi hy aham na varteyam jatu karmay atandritah,
Mama vartmanuvartante manusyah partha sarvasah.
Artinya:
Sebab kalau Aku tidak selalu bekerja tanpa henti-hentinya, orang akan mengikuti jalanKu dalam segala bidang apapun.
5.      Bhagawadgita III.24:
Utsīdayur ime lokā na kuryāṁ karma ced aham,
Sankarasya ca kartā syām upahanyām imāḥ prajāḥ.
Artinya:
Dunia ini akan hancur jika Aku tidak bekerja, Aku akan menjadi pencipta kekacauan ini dan memusnahkan manusia ini semua.

D.     PUNARBHAWA/SAMSARA TATTWA
Punarbhawa berasal bahasa Sanskerta dari kata punar yang berarti kembali dan bhawa yang berarti lahir. Jadi punarbhawa artinya lahir kembali. Setiap Atma yang belum mencapai Brahman atau Nirvana atau mencapai moksa akan mengalami punarbhawa atau lahir kembali. Kelahiran pada masa yang akan datang ditentukan oleh karma masa lampau. Ajaran ini memberi harapan yang besar pada setiap jiwa, bahwa tidak ada neraka abadi atau swarga abadi. Setiap jiwa pada saatnya akan sampai pada tujuan (moksa), yang membedakan adalah ada yang cepat dan ada yang lambat. Ajaran Punarbhawa sesuai dengan teori siklus kehidupan dan teori kekekalan energi. Sesungguhnya Atman adalah energi yang kekal.
Sloka-sloka tentang punarbhawa :
Dehino’smin yathā dehe, Kaumāraṁ yauvanaṁ jarā,
Tathā dehāntara-prāptir, dhīras tatra na muhyati
(BG II.13)
Artinya :
Sebagaimana halnya sang roh itu mengalami perputaran masa kecil, masa muda dan masa tua, demikian juga dengan diperolehnya badan baru setelah meninggal, orang bijaksana tak akan terbingungkan oleh hal ini.

Vāsāṁsi jīrņāni yathā vihāya navāni gŗhņāti naro’parāņi,
tathā śarīrāņi vihāya jirņāny, anyāni saṁyāti navāni dehī
                                                                                          (BG II.22)
Artinya :
Seperti halnya orang menanggalkan pakaian usang yang telah dipakai dan menggantikannya dengan yang baru, demikian pula halnya jivaatman meninggalkan badan lainnya dan memasuki jasmani yang baru.

Jātasya hi dhruvo mŗtyur dhruvaṁ janma mŗtasya ca,
Tasmād aparihārye’rthe, na tvaṁ socitum arhasi
                                                                                          (BG II.27)
Artinya :
Sesungguhnya setiap yang lahir, kematian adalah pasti. Demikian pula setiap yang mati kelahiran adalah pasti, dan ini tak terelakkan. Karena itu tak ada alasan engkau merasa menyesal.

Prāpya puņya-kŗtām lokān uṣitvā śāśvatīh samāḥ,
śucīnāṁ śrīmatāṁ gehe yoga-bhraṣṭo’bhijāyate
                                                                                          (BG VI.41)
Artinya :
Setelah mencapai dunia kebajikan dan hidup di sana dalam waktu yang lama, orang yang gagal dalam melaksanakan yoga lahir kembali dalam keluarga suci dan bahagia.

E.      MOKSA TATTWA
Kata moksa berasal dari bahasa Sanskerta dari akar kata muc yang berarti membebaskan atau melepaskan. Jadi moksa berarti kebebasan atau kelepasan. Yang mengalami kebebasan atau kelepasan adalah Atman. Moksa tercapai ketika Atman terbebas dari siklus kelahiran kembali. Inilah tujuan tertinggi manusia. Ketika Atman mencapai moksa, Atman mengalami kebahagiaan sejati yang tidak diselingi oleh duka dan bersifat abadi, suka tanpa wali duka.
Tingkatan moksa ada beberapa macam, yaitu; salokya, samipya, sarupya, dan sayujya.
1)     Salokya adalah suatu kebebasan/moksa yang dapat bilamana Atman dapat merasakan kehadiran Tuhan dimanapun berada, “satu tempat, daerah” dengan Tuhan;
2)     Samipya adalah suatu kebebasan/moksa yang didapat oleh seseorang bilamana Atman dapat merasakan bahwa segala sesuatu sebagai perwujudan kemuliaan Tuhan, “satu rumah dengan Tuhan”;
3)     Sarupya adalah suatu kekebasan/moksa yang dapat dicapai oleh Atman, bilamana ia merasakan kehadiran Tuhan yang tiada putusnya, selalu menyaksikan kemuliaan Tuhan, diliputi oleh kesadaran Tuhan; “mirip, sama rupa” dengan Tuhan;
4)     Sayujya adalah suatu tingkat kebebasan/moksa yang tertinggi dimana Atman telah dapat bersatu dengan Hyang widdhi secara sempurna dan telah mencapai Brahman Atman Aikhyam.
Beberapa sloka yang menerangkan tentang moksa, antara lain;

Bahūnāṁ janmanām ante, jñānavān mām prapadyate,
Vāsudevaḥ sarvam iti, sa mahātmā sudurlabhah.
(B.G VII.19)

Artinya:
Pada banyak kelahiran manusia, orang yang berbudi (yang tidak terikat keduniawiaan) datang kepada-Ku. Karena tahu Tuhan adalah segalanya, sungguh sukar dijumpai jiwa agung serupa itu.

Mām upetya punarjanma duhkhāla yam aśāśvatam,
Nā’pnuvanti mahātmānaḥ saṁsiddhiṁ paramāṁ gatāḥ.
(B.G VIII.15)
Artinya:
Setelah sampai kepada-Ku, mereka yang berjiwa agung ini tidak lagi menjelma ke dunia yang penuh duka dan tak kekal ini dan mereka tiba pada kesempurnaan tertinggi.

Bhagawadgita IV.9:
janma karma ca me divyam evam yo vetti tattvatah,
tyaktvā dehaṁ punar janma naiti mām eti so’rjuna
Artinya:
Kemunculan dan kegiatan-Ku sepenuhnya bersifat spiritual. Wahai Arjuna, orang yang mengetahui kebenaran tersebut dengan sempurna, setelah meninggalkan badan kasarnya maka mereka tidak akan mengalami perputaran kesengsaraan yang tiada hentinya, dan mereka akan mencapai pembebasan, kembali kepada-Ku
Bhagawadgita IV.10
vīta-rāga-bhaya-krodhā man-mayā mām upāśritāḥ,
bahavo jñāna-tapasā pūtā mad-bhāvam āgatāḥ.
artinya:
Sepenuhnya bebas dari keterikatan, kecemasan dan kemarahan, pikiran terpusat kepada-Ku dan menyerahkan diri sepenuhnya pada-Ku, sangat banyak orang-orang disucikan oleh tempaan ilmu pengetahuan suci, dan mereka akhirnya mencapai pembebasan, kembali kepada-Ku.

4.     PENUTUP
Demikian lima keyakinan Hindu yang menjadi penuntun sekaligus menjadi pembeda umat Hindu dengan umat beragama yang lain. Beragama adalah memegang teguh keyakinan. Bila keyakinan kuat maka kita akan sampai pada tujuan hidup yang hakiki yaitu moksartham ya ca iti dharmah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar