PANCA SRADDHA
LIMA KEYAKINAN
AGAMA HINDU
Oleh:
Karnadi, S.Pd.H, M.Si
1.
PENDAHULUAN
Salah
satu aspek penting dalam kehidupan beragama adalah keyakinan. Keyakinan dalam
agama Hindu dikenal dengan kata SRADDHA. Keyakinan mempunyai fungsi dan
kedudukan yang khas dalam sistem ajaran keagamaan. Sraddha memiliki fungsi
antara lain; pertama sebagai kerangka, bentuk dan isi dari agama Hindu. Dengan
melihat keyakinan seseorang kita dapat melihat agama seseorang. Orang yang
memiliki keyakinan Panca Sraddha dapat dipastikan orang itu beragama Hindu,
demikian juga dengan keyakinan yang lainnya. Fungsi kedua dari sraddha adalah
sebagai alat atau sarana dalam mengantarkan manusia kepada Tuhan. Hal ini dapat
dijelaskan dalam Kitab Yajur Weda XIX.30 sebagai berikut;
Vratena dīkṣām āpnoti dīkṣayāpnoti dakṣiņām,
Dakṣiņā śraddhām āpnoti śraddhayā satya āpyate
(YV
XIX.30)
Artinya:
Melalui pengabdian (vrata) orang memperoleh
kesucian (diksam), dengan kesucian seseorang memperoleh anugrah (daksina).
Dengan anugrah seseorang mendapatkan keyakinan (sraddha), dengan keyakinan
seseorang memperoleh kebenaran (satya).
BG IV.40
ajñaś cāśraddadhānaś ca saṁsayātmā
vinaśyati,
nāyaṁ loko ‘sti na paro na sukham
samśayātmanah.
artinya:
Tetapi mereka yang tidak berpengetahuan dan
tidak percaya dan bersifat ragu, akan hancur binasa, baginya tidak ada
kebahagiaan, tidak di dunia ini demikian juga tidak di dunia sana.
2.
PENGERTIAN
SRADDHA
Pada
awal penulisan kami mengutip pengertian sraddha dari A Sanskrit-English
Dictionary, Sir Monier Monierm Williams dalam bukunya Made Titib (Veda Sabda
Suci Pedoman Praktis Kehidupan 1998:166). Menurut kamus ini pengertian sraddha
adalah keimanan, kepercayaan, keyakinan, penuh kepercayaan, penuh keimanan,
percaya kepada, loyal. Pengertian sraddha di atas bukanlah satu-satunya. Masih
banyak pengertian yang lain. Berikut ini kami kutibkan pengertian sraddha dari
sumber ahli yang lain.
Secara
etimoloigis kata sraddha (yang kata asli dari Bahasa Sanskerta ‘śraddhā’)
berasal dari śrat, sebuah akar kata
benda yang mungkin berarti ‘hati’ dan akar kata dhā yang berarti menempatkan; dengan demikian akan berarti:
‘menempatkan hati seseorang pada sesuatu’. Dalam penulisan ini kami tidak
menulis kata śraddhā dalam bentuk aslinya tetapi menjadi ‘sraddha’ yang
(menurut penulis) sesuai dengan kaidah dalam Bahasa Indonesia.
Sebuah
bagian dalam Vajasaneyi Samhita menyatakan bahwa sraddha adalah kebenaran dan
asraddha adalah dusta. Sraddha disajikan sebagai dewa abstrak dalam Rg Veda
(X.151). Dewa ini menjadi putri Matahari dalam Satapatha Brahmana (XII.73.1),
dan putri Prajapati dalam Taitiriya Brahmana (II.3.10.1). Sraddha disimbulkan
dengan seorang perempuan cantik (kalyāni) dan asraddha dengan seorang perempuan
yang sangat cantik (atikalyāni) di dalam Satapatha Brahmana (XI.6.1.12).
Hubungannya kemudian dimuat di dalam Epos dan kitab-kitab Purana.
Penulis
Veda Nighantu, Yaska menjelaskan śrat
sebagai salah satu sinonim dari kebenaran (satyanamani) dan sraddha sebagai
sikap pikiran berdasarkan kebenaran. Komentator VS, Mahidhara menafsirkan
sraddha dalam VIII.5 dan XIX.30 sebagai astikyabuddhi,
penegasan sikap mental atau visvasa,
kepercayaan. Ia juga menguraikan visvasa
sebagai paralokavisvasa (XVIII.5),
kepercayaan akan dunia setelah kematian.
Sayana
menafsirkan sraddha dengan makna-makna sebagai berikut; penghormatan yang
tinggi, kepercayaan, suatu bentuk tertentu dari keinginan manusia, dan
menjelaskan śraddhādhanah sebagai
mereka yang memiliki kepercayaan dalam dan semangat pada pelaksanaan
ritualistik.
V.S.
Apte dalam The Practical Sanskrit-English
Dictionary (Kamus Praktis Bahasa Sanskerta-Inggris) memberikan makna-makna
sraddha sebagai berikut; kepercayaan, percaya dengan wahyu suci, kepercayaan
agama, ketenangan pikiran, kerukunan, keakraban, rasa hormat, penghormatan,
keinginan kuat atau berapi-api, dan keinginan seorang wanita hamil.
Berdasarkan
berbagai macam penafsiran pengertian sraddha tersebut di atas, K.L.Seshagiri
Rao berpendapat pertama, bahwa sraddha menyatakan suatu keinginan hati akan
sesuatu, dan kedua berarti suatu kepercayaan atau keyakinan pada sesuatu untuk
mewujudkan keinginan tersebut. Kedua makna ini mengacu pada fungsi-fungsi hati
(nurani).
3.
PANCA
SRADDHA
Panca
Sraddha adalah lima keyakinan dalam agama Hindu. Kelima keyakinan Hindu
tersebuat adalah; (1) Yakin kepada Tuhan atau Brahma Tattwa, (2) Yakin terhadap
Atma atau Atma Tatwa, (3) Yakin terhadap Hukum Karma Phala atau Karma Phala
Tattwa, (4) Yakin terhadap Punarbhawa/Samsara atau Punarbhawa Tattwa, dan (5)
Yakin terhada Moksa atau Moksa Tattwa. Selengkapnya diuraikan sebagai berikut;
A.
BRAHMAN
TATTWA
Tuhan atau
Sang Hyang Widdhi dalam kitab-kitab Upanisad sering disebut dengan kata
Brahman. Kata ”brahma(n)” mengalami perkembangan / perubahan arti sesuai dengan
kontek dan teks, misalnya dalam Rg Veda berarti mantra atau doa. Dalam kitab
brahmana berarti ritual, akhirnya dalam upanisad kata ini dipergunakan untuk
menyebut Tuhan Yang Maha Esa. Istilah untuk menyebut Tuhan Yang Maha Kuasa,
sang pencipta dan sumber atau asal mula segala yang ada di alam semesta ini,
dalam upanisad adalah BRAHMAN. Kata Brahman ini diambil dari akar kata ”bṛh”
yang berarti tumbuh atau berkembang, timbul kemana-mana. Definisi ini terdapat
dalam Atharvasiras Upanisad yang slokanya berbunyi sebagai berikut;
”brhati,
brhmayati tasmad ucyate para brahma”
Artinya :
Itu disebut Brahman karena ia tumbuh dan menyebabkan tumbuh.
Candogya
Upanisad III.14 mendefinisikan Brahman dengan istilah TAJJALAN sebuah kata
akronim yang berarti :
”Itu (TAT) darimana dunia ini muncul (JA), ke
dalam mana ia kembali (LA) dan dengan mana ia menopang dan hidup (AN).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
pengertian BRAHMAN adalah asal mula, tempat kembali, dan yang menopang dan
menghidupi segala yang ada di alam semesta ini.
Definisi
Brahman menurut Taittiriya Upanisad III.1, Brahman adalah dari mana semua
makhluk hidup lahir, dengan mana mereka hidup, dan ke dalam mana mereka
diserap. Sementara itu di Taittiriya Upanisad III.1 dikatakan bahwa Brahman
adalah Satya (riil), jnana atau pengetahuan dan ananta atau tak terbatas.
Di Brahma Sutra, Brahman didefinisikan dengan
kalimat pendek (sutra) ”JANMĀDYASYA YATAH” yang artinya : (Brahman adalah yang
mahatahu dan penyebab yang mahakuasa) dari mana munculnya asal mula dll.,
(yaitu pemeliharaan dan pelaburan) dari (dunia ini). Dan ada banyak lagi
pengertian Brahman dalam upanisad-upanisad yang lain. Berikut ini dikutib
pengertian Brahman dalam Svetasvatara Upanisad, dengan membacanya kita akan
mempunyai gambaran yang lebih jelas mengenai topik ini. Berikut ini kutipannya
:
1)
Tetapi yang dipuja-puji oleh
Upanisad adalah Brahman yang bersifat maha mutlak, yang didalamnya terdapat tri
murti yaitu; subyek yang menghayati kebahagiaan, obyek kebahagiaan yang
dihayati, dan sang penggerak. Brahman adalah pendukung alam semesta yang sempurna
dan tidak dapat hancur. ...... (Sv. Up. I.7)
2)
Beberapa orang bijaksana, yang
masih terliputi oleh maya, menganggap bahwa yang menjadi penyebab munculnya
segala sesuatu yang ada adalah alam atau waktu. Tetapi apabila dia sudah
terbebas dari maya dan mencapai kasunyataan, maka dia akan mengetahui bahwa
Brahmanlah yang menggerakkan roda alam semesta itu. (Sv. Up. VI.1)
3)
Alam semesta dengan segala
isinya, yang terdiri dari : tanah, air, api, udara, dan ether, itu dicipta dan
diperintah oleh Brahman. Beliau yang bersifat abadi, yang menjadi yang
dipertuan atas waktu itu, yang memiliki semua sifat-sifat, yang keberadaannya
ada di mana-mana, yang secara berulang-ulang mengadakan penciptaan dan
penghancuran, yang meliouti dan meresapi alam semesta, yang maha bijaksana, dan
yang maha mengetahui, itu adalah pengatur seluruh isi alam semesta dan
memekarkan semua benih kehidupan. (Sv. Up. VI.2)
4)
Brahman setelah mencipta alam
semesta, kemudian menggabungkan prinsip roh dengan prinsip zat, yaitu kegiatan
penciptaan yang tunggal, kegiatan penciptaan yang dua, kegiatan penciptaan yang
tiga, serta kegiatan penciptaan yang delapan. Juga kegiatan penciptaan yang
berhubungan dengan waktu itu intelek yang halus. (Sv. Up. VI.3)
5)
Dia adalah sumber munculnya
segala sesuatu. Beliau ádalah sumber dari persebaban. Brahman itu berada di
atas tiga bagian waktu; masa yang telah lalu, masa Sekarang, dan masa yang akan
datang. Tetapi Beliau juga dapat menifest di luar waktu. Sian yang memujua
Brahman yang menjadi sumber dari alam semesta itu sebagai yang ada dalam hati
sanubarinya, maka dia akan dapat bebas dari ikatan-ikatan. (Sv. Up. VI.5)
6)
Pada diri Brahman itu tidak
terdapat sebab-akibat. Tidak ada di seluruh alam semesta ini yang tampak
menyerupai Beliau (neti-neti-neti) atau yang mampu melebihi Beliau. Kesaktian
Beliau menampak dengan munculnya berberbagai ragam wujud, yang keberadaannya di
setiap diri makhluk berlaku sebagai sumber kekuatan, sumber pengetahuan, sumber
penggerak, dan sudah ada sejak makhluk itu dilahirkan. (Sv. Up. VI. 8)
7)
Di alam-Nya Brahman tidak perlu
terdapat matahari, bulan, dan bintang-bintang untuk meneranginya. Juga di sana
tidak perlu terdapat halilintar atau api. Karena Brahman itu kerkeadaan
bersinar-sinar dengan amat terangnya, maka benda-benda di alam semesta pun
menjadi bersinar-sinar pula. Brahmanlah yang menjadikan segala sesuatu di alam
semesta ini menjadi mampu mengeluarkan sinar-sinarnya. (Sv. Up. VI. 14)
Dari
sloka-sloka Svetasvatara Upanisad yang dikutib di atas, kita mendapat gambaran
yang lebih baik tentang apa, siapa, bagaimana, dan dimana Brahman sang pencipta
serta asal mula dari segala yang ada ini.
Selain daripada itu sebagai
seorang yang awam mungkin akan banyak pertanyaan, misalnya Tuhan dalam Weda itu
esa atau banyak, bagaimana kedudukan dewa-dewa, siapakah dewa-dewa itu,
Tuhankah? Dan lain-lain. Untuk menjawab semua pertanyaan itu ada baiknya kita
perhatikan sloka-sloka berikut;
1) Mantram Tri Sandhya bait ke tiga :
Om tvam śivah tvam mahādevah, īśvarah parameśvarah,
brahmā viśnusca rudraśca, purusah parikīrtitah.
Artinya :
Ya Tuhan, Engkau adalah Siva, Mahadeva, Isvara,
Paramesvara, Brahma, juga Visnu, dan Rudra. Engkaulah Purusa yang selalu
dipuja.
2) Rig Veda I.164.46
Indram mitram varunam agnim āhur, atho divyah sa
suparno garutmān, ekam sad vipra bahudhā vadantyagnim yamam mātarisvānam āhuh.
Artinya :
Mereka menyebut Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan ada
Garutman Ilahi yang bersayap indah. Keberadaan Yang Esa orang bijaksana
menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan.
3) Yajur Veda XXXII.1
Tad eva agnis tad ādityas tad vāyus tad u
candramāh, tad eva śukra tad brahma tā ‘āpah sa prajāpatih.
Agni adalah itu, Aditya adalah itu, Vayu adalah
itu, Candra adalah itu. Sinar adalah itu, Brahma adalah itu, Apah (air) semua
itu, Prajapati adalah Dia.
4) Bhagavad Gita XI.9
Vāyur yamo ‘gnir varunah śaśānkah prajāpatis tvam
prapitāmahaś ca, namo namas te’stu sahasra-krtvah punaś ca bhūyo’pi namo namas
te.
Artinya :
Engkau adalah Vayu, Yama, Agni, Varuna, Sasankah
(Candra), Prajapati dan leluhur semua makhluk. Engkau dihormati dengan penuh
penghormatan bahkan berulangkali memberi penghormatan pada-Mu.
Dari
sloka-sloka di atas kita dapat memahami bahwa nama dan wujud yang banyak
sesungguhnya adalah sesuatu yang tunggal. Yang tunggal adalah Brahman hakekat
ketuhanan sejati, sebagai sumber dari segala ciptaan dan tempat kembalinya
segala ciptaan pada akhir jaman.
Memahami
ajaran ketuhanan memerlukan pemikiran yang serius. Hal ini karena yang
dipelajari adalah hal yang abstrak. Namun demikian dalam agama Hindu terdapat
metode untuk menuntun kita mempelajari ketuhanan sehingga kita mendapatkan
kebenaran. Metode tersebut dikenal dengan Pramana. Ada tiga pramana atau tri
pramana, yaitu; Pratyaksa Pramana, Anumana Pramana dan Sabda Pramana. Pratyaksa
Pramana adalah metode untuk mendapatkan kebenaran dengan cara melihat langsung.
Anumana Pramana adalah metode mendapatkan kebenaran dengan memakai logika.
Sedangkan Sabda Pramana adalah metode mendapatkan kebenaran berdasarkan sumber
yang dapat dipercaya.
B.
ATMA
TATTWA
Prinsip yang
menyebabkan makhluk itu hidup, jantung berdetak, paru-paru menarik dan
mengeluarkan nafas, telinga mendengar, lidah mengecap dan berbicara, mata
melihat, pikiran berpikir dan seluruh perangkat badan berfungsi, menurut
kitab-kitab Upanisad adalah karena Atman. Kata ”Atman” berasal dari akar kata
”An” yang berarti bernafas. Dia adalah nafas dari yang hidup, ātmā te vātah (Rg
Veda VII . 87. 2). Secara bertahap pengertiannya berkembang mencakup segala
sesuatu yang hidup, jiwa, diri atau oknum inti dari perseorangan.
Samkara
menganggap kata ”Atman” dari akar kata yang berarti ”untuk memperoleh,
menyantap atau menikmati atau berada pada segalanya. Atman adalah azas hidupnya
manusia, jiwa yang mengisi oknumnya, nafasnya, prana, buddhi, prajñā dan berada
di atasnya. Atman adalah yang tertinggal sesudah segala sesuatunya yang bukan
Atman lenyap. Rg Veda membicarakan tentang bagian yang tiada dilahirkan, ajo
bhāgah. Ada unsur yang tidak dilahirkan karena itu abadi pada manusia, yang
jangan dibuat keliru dengan tubuh, yang hidup, pikiran dan kecerdasan.
Masih
menurut Samkarachārya, eksponen Advaita Vedānta dengan mengutib sebuah sloka
tua yang mengatakan Atman berarti yang meresapi semuanya, yang merupakan subyek
dan yang mengetahui, mengalami dan menyinari obyek-obyek, dan yang tetap abadi
dan selalu sama.
Atman kita
sesungguhnya adalah keberadaan yang sejati, kesadaran sendiri, dan tidak
disifatkan oleh bentuk pkiran maupun kecerdasan. Atman berbeda dengan tubuh,
indra-indra, manas (pikiran), dan buddhi (kecerdasan). Bila tubuh ini
diibaratkan sebuah kereta kuda, maka Atman adalah pemilik kereta yang duduk
dalam kereta, buddhi adalah kusir, manas adalah tali kekang kuda, indra-indra
adalah kuda, dan obyek-obyek indra adalah jalan dan hal-hal lain yang ada dalam
perjalanan. Tujuannya adalah pulang ke rumah tempat tinggal Brahman yang tidak
lain adalah dirinya sendiri.
Semua jenis makhluk hidup
memiliki Atman. Atman berasalah dari Brahman dan identik dengan Brahman (Atman
Brahman Aikyam”. Atman adalah diri kita yang sejati. Atman bersemayam dalam
jantung atau hṛdaya, sebagai penghuni batin. Ilmu tentang Atman (Atma
Vidya/Atma Jñāna) adalah ilmu yang tertinggi yang harus diketahui. Adhyātma
vidyā vidyānām. Dengan mengetahui Atman, menyadari keberadaan Atman, kita akan
mencapai kebebasan. Brahman, azas pertama alam semesta diketahui melalui Atman.
Sloka-sloka
pendukung sifat-sifat Atman:
1) Atman itu
kekal, tidak dilahirkan, dan tidak pernah mati
Na tv
evaaham jaatu naasam, Na tvam neme janaadhipaah
Na caiva na
bhavisyaamah, Sarve vayam atah param
(BG.
II.12)
Artinya :
Baik Aku,
engkau dan para pemimpin ini tidak pernah tidak ada sebelumnya, atau pun
akan berhenti adanya, sekali pun sesudah mati.
Na jaayate
mriyate vaa kadaacin, Naayam bhuutvaa bhavitaa vaa na bhuuyah
Ajo nityah
sasvato ‘yam puraano, Na hanyate hanyamaane sariire
(BG.
II.20)
Artinya :
Ia tak
pernah lahir, juga tidak pernah mati atau setelah ada tak akan berhenti ada. Ia
tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada, dan dia tidak mati pada saat
badan jasmani ini mati
2) Atman tak
terlukai oleh senjata, tak terbasahi oleh air, .... dst
nainam
chindanti sastraani, nainam dahati paavakah
na cainam
kledayanty aapo, na sosayati maarutah
(BG
II.23)
Artinya :
Senjata tak
dapat melukainya, api tidak dapat membakarnya, air tak dapat membasahinya, dan
angin tak dapat mengeringkannya.
3)
Atman tak
dapat dikatakan, tidak dapat dipikirkan, tidak dapat diwujudkan
Avyakto ’yam
acintyo ‘yam, Avikaaryo ‘yam ucyate
Tasmaad evam
viditvainam, Naanusocitum arhasi
(BG
II.25)
Artinya :
Dia tak
dapat diwujudkan dengan kata-kata, tak dapat dipikirkan dan dinyatakan, tak
berubah-ubah, karena itu dengan mengetahui sebagaimana halnya, engkau tak perlu
berduka.
4)
Dasar
filosofis; prema, ahimsa, vegetarian, trihita karana
yas tu
sarvaani bhuutaany, Aatmany evaanupasyati
Sarva-bhuutesu
caatmanam, Tato na vijugupsate
(Isa
Upanisad : 6)
Artinya :
Tetapi, yang
hanya melihat Atman ada pada segala makhluk dan segala makhluk ada pada Atman,
tidak akan membenci yang lain.
5)
Pengetahuan
Atma akan membebaskan
Sarva-bhuuta-stham
aatmanam, Sarva-bhuutaanicaatmani
Iiksate
yoga-yuktaatmaa, Sarvatra sama-darsanah.
(BG VI.29)
Artinya :
Dia yang
melihat Atman ada pada semua insan dan semua insan ada pada Atman, dimana-mana
ia melihat yang sama, adalah dia yang jiwanya terselaraskan dalam yoga
6)
Dasar
filosofis bagi cara pandang terhadap segala hal
Sesungguhnya
bukanlah karena kepentingan suami, sang suami mencintai tetapi untuk
kepentingan Atmanlah sang suami mencintai. Sesungguhnya bukanlah karena
kepentingan istri, sang istri mencintai tetapi untuk kepentingan Atmanlah sang
istri mencintai. Sesungguhnya bukanlah karena kepentingan para putra, para
putra mencintai tetapi untuk kepentingan Atmanlah para putra mencintai. ....
dst. (Brhad Aranyaka Upanisad IV.5.6)
C.
KARMA
PHALA TATTWA
Karma phala
terdiri dari karma dan phala. Karma berasal dari kata “Kṛ” yang berarti
bergerak atau berbuat. Sedangkan phala artinya buah. Jadi Karma phala berarti
buah dari perbuatan. Hukum karma phala juga berarti hukum sebab akibat.
Hyang Widdhi
menciptakan alam semesta disertai dengan Rta atau hukum alam untuk mengatur
agar seluruhnya dapat berjalan dengan selaras. Hukum karma phala merupakan
bagian dari Rta. Rta bersifat memaksa dan berlaku bagi setiap ciptaan tanpa ada
pengecualian. Hukum karmaphala bersifat mutlak. Hukum karmaphala berlaku pada
siapa pun, kapan pun dan dimana pun.
Hukum karma
phala dapat menjawab semua fenomena yang terjadi di alam ini. Misalnya, mengapa
ada orang yang dilahirkan dalam kondisi sehat, cerdas dan sempurna, sementara
ada di pihak lain ada orang yang terlahir dalam kondisi cacat? Menurut
pandangan hukum karma tidak ada dosa bawaan, setiap manusia mempunyai kehendak
bebas untuk menentukan masa depannya sendiri. Sekaligus hal ini mengajarkan
tentang etos kerja, bila ingin berhasil berusahalah tanpa kenal lelah, maka
keberhasilan akan kita dapatkan, bila tidak sekarang, pasti keberhasilan itu
akan diperoleh pada yang akan datang. Karena dalam ajaran karma phala ada tiga
kemungkinan buah atau phala itu akan dipetik, yaitu; sancita karma phala,
prarabda karma phala, dan kriyamana karma phala.
1)
Sancita karma phala adalah hasil
perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih
merupakan benih yang menentukan kehidupan kita pada masa sekarang;
2)
Prarabda karma phala adalah
perbuatan pada masa sekarang buahnya dinikmati habis pada kehidupan sekarang
juga;
3)
Kriyamana karma phala adalah
perbuatan kita pada masa hidup sekarang buahnya akan diterima pada kehidupan
yang akan datang.
SIFAT-SIFAT HUKUM KARMA:
1.
Hukum Karma bersifat abadi, telah
ada sejak penciptaan alam semesta dan tetap berlaku sampai pralaya;
2.
Hukum karma bersifat universal;
berlaku bagi siapa pun, dimanapun dan kapanpun;
3.
Hukum karma sangat sempurna,
adil, dan tidak ada yang mampu menghindarinya;
Sloka – sloka terkait Karmaphala:
1.
Bhagawadgita III.8:
Niyataṁ
kuru karma tvaṁ karma jyāyo hyakarmaņaḥ,
śarīra-yātrāpi
ca ten a prasiddhyed akarmaņaḥ
Artinya:
Bekerjalah seperti yang telah ditentukan,
sebab berbuat lebih baik daripada tidak berbuat, dan bahkan tubuhpun tak akan
berhasil terpelihara tanpa berbuat.
2.
Bhagawadgita III.9:
Yajñārthāt
karmano’nyatra loko ‘yaṁ karma bandhanaḥ,
Tad-artham
karma kaunteya mukta sangaḥ samācara
Artinya:
Kecuali untuk tujuan yajna dunia ini
dibelenggu oleh hukum karma, karenanya berbuatlah demi yajna tanpa kepentingan
pribadi, wahai putra Kunti.
3.
Bhagawadgita III.22:
Na
me pārthāsti kartavyaṁ triṣu lokeṣu kiñcana,
Nānavāptam
avāptavyaṁ varta eva ca karmaņi.
Artinya:
Tak ada pekerjaan yang harus ku kerjakan di
ketiga dunia ini, atau yang belum Aku capai, wahai Arjuna, tetapi aku tetap
sibuk dalam kegiatan kerja.
4.
Bhagawadgita III.23:
Yadi
hy aham na varteyam jatu karmay atandritah,
Mama
vartmanuvartante manusyah partha sarvasah.
Artinya:
Sebab kalau Aku tidak selalu bekerja tanpa
henti-hentinya, orang akan mengikuti jalanKu dalam segala bidang apapun.
5.
Bhagawadgita III.24:
Utsīdayur
ime lokā na kuryāṁ karma ced aham,
Sankarasya
ca kartā syām upahanyām imāḥ prajāḥ.
Artinya:
Dunia ini akan hancur jika Aku tidak bekerja,
Aku akan menjadi pencipta kekacauan ini dan memusnahkan manusia ini semua.
D.
PUNARBHAWA/SAMSARA
TATTWA
Punarbhawa
berasal bahasa Sanskerta dari kata punar yang berarti kembali dan bhawa yang
berarti lahir. Jadi punarbhawa artinya lahir kembali. Setiap Atma yang belum
mencapai Brahman atau Nirvana atau mencapai moksa akan mengalami punarbhawa
atau lahir kembali. Kelahiran pada masa yang akan datang ditentukan oleh karma
masa lampau. Ajaran ini memberi harapan yang besar pada setiap jiwa, bahwa
tidak ada neraka abadi atau swarga abadi. Setiap jiwa pada saatnya akan sampai
pada tujuan (moksa), yang membedakan adalah ada yang cepat dan ada yang lambat.
Ajaran Punarbhawa sesuai dengan teori siklus kehidupan dan teori kekekalan
energi. Sesungguhnya Atman adalah energi yang kekal.
Sloka-sloka tentang punarbhawa :
Dehino’smin yathā dehe, Kaumāraṁ yauvanaṁ jarā,
Tathā dehāntara-prāptir, dhīras tatra na
muhyati
(BG II.13)
Artinya :
Sebagaimana
halnya sang roh itu mengalami perputaran masa kecil, masa muda dan masa tua,
demikian juga dengan diperolehnya badan baru setelah meninggal, orang bijaksana
tak akan terbingungkan oleh hal ini.
Vāsāṁsi jīrņāni yathā vihāya navāni gŗhņāti
naro’parāņi,
tathā śarīrāņi vihāya jirņāny, anyāni saṁyāti
navāni dehī
(BG II.22)
Artinya :
Seperti
halnya orang menanggalkan pakaian usang yang telah dipakai dan menggantikannya
dengan yang baru, demikian pula halnya jivaatman meninggalkan badan lainnya dan
memasuki jasmani yang baru.
Jātasya hi dhruvo mŗtyur dhruvaṁ janma mŗtasya
ca,
Tasmād aparihārye’rthe, na tvaṁ socitum
arhasi
(BG
II.27)
Artinya :
Sesungguhnya
setiap yang lahir, kematian adalah pasti. Demikian pula setiap yang mati
kelahiran adalah pasti, dan ini tak terelakkan. Karena itu tak ada alasan
engkau merasa menyesal.
Prāpya puņya-kŗtām lokān uṣitvā śāśvatīh samāḥ,
śucīnāṁ śrīmatāṁ gehe yoga-bhraṣṭo’bhijāyate
(BG
VI.41)
Artinya :
Setelah
mencapai dunia kebajikan dan hidup di sana dalam waktu yang lama, orang yang gagal
dalam melaksanakan yoga lahir kembali dalam keluarga suci dan bahagia.
E.
MOKSA
TATTWA
Kata moksa
berasal dari bahasa Sanskerta dari akar kata muc yang berarti membebaskan atau melepaskan. Jadi moksa berarti
kebebasan atau kelepasan. Yang mengalami kebebasan atau kelepasan adalah Atman.
Moksa tercapai ketika Atman terbebas dari siklus kelahiran kembali. Inilah
tujuan tertinggi manusia. Ketika Atman mencapai moksa, Atman mengalami
kebahagiaan sejati yang tidak diselingi oleh duka dan bersifat abadi, suka
tanpa wali duka.
Tingkatan
moksa ada beberapa macam, yaitu; salokya, samipya, sarupya, dan sayujya.
1)
Salokya adalah suatu
kebebasan/moksa yang dapat bilamana Atman dapat merasakan kehadiran Tuhan
dimanapun berada, “satu tempat, daerah” dengan Tuhan;
2)
Samipya adalah suatu
kebebasan/moksa yang didapat oleh seseorang bilamana Atman dapat merasakan
bahwa segala sesuatu sebagai perwujudan kemuliaan Tuhan, “satu rumah dengan
Tuhan”;
3)
Sarupya adalah suatu
kekebasan/moksa yang dapat dicapai oleh Atman, bilamana ia merasakan kehadiran
Tuhan yang tiada putusnya, selalu menyaksikan kemuliaan Tuhan, diliputi oleh
kesadaran Tuhan; “mirip, sama rupa” dengan Tuhan;
4)
Sayujya adalah suatu tingkat
kebebasan/moksa yang tertinggi dimana Atman telah dapat bersatu dengan Hyang
widdhi secara sempurna dan telah mencapai Brahman Atman Aikhyam.
Beberapa sloka yang menerangkan tentang
moksa, antara lain;
Bahūnāṁ janmanām ante, jñānavān
mām prapadyate,
Vāsudevaḥ sarvam iti, sa mahātmā
sudurlabhah.
(B.G VII.19)
Artinya:
Pada banyak kelahiran manusia, orang yang
berbudi (yang tidak terikat keduniawiaan) datang kepada-Ku. Karena tahu Tuhan
adalah segalanya, sungguh sukar dijumpai jiwa agung serupa itu.
Mām upetya punarjanma duhkhāla
yam aśāśvatam,
Nā’pnuvanti mahātmānaḥ saṁsiddhiṁ
paramāṁ gatāḥ.
(B.G
VIII.15)
Artinya:
Setelah sampai kepada-Ku, mereka yang berjiwa
agung ini tidak lagi menjelma ke dunia yang penuh duka dan tak kekal ini dan
mereka tiba pada kesempurnaan tertinggi.
Bhagawadgita IV.9:
janma karma ca me divyam evam yo
vetti tattvatah,
tyaktvā dehaṁ punar janma naiti mām
eti so’rjuna
Artinya:
Kemunculan dan kegiatan-Ku sepenuhnya
bersifat spiritual. Wahai Arjuna, orang yang mengetahui kebenaran tersebut
dengan sempurna, setelah meninggalkan badan kasarnya maka mereka tidak akan
mengalami perputaran kesengsaraan yang tiada hentinya, dan mereka akan mencapai
pembebasan, kembali kepada-Ku
Bhagawadgita IV.10
vīta-rāga-bhaya-krodhā man-mayā
mām upāśritāḥ,
bahavo jñāna-tapasā pūtā
mad-bhāvam āgatāḥ.
artinya:
Sepenuhnya bebas dari keterikatan, kecemasan
dan kemarahan, pikiran terpusat kepada-Ku dan menyerahkan diri sepenuhnya
pada-Ku, sangat banyak orang-orang disucikan oleh tempaan ilmu pengetahuan
suci, dan mereka akhirnya mencapai pembebasan, kembali kepada-Ku.
4.
PENUTUP
Demikian
lima keyakinan Hindu yang menjadi penuntun sekaligus menjadi pembeda umat Hindu
dengan umat beragama yang lain. Beragama adalah memegang teguh keyakinan. Bila
keyakinan kuat maka kita akan sampai pada tujuan hidup yang hakiki yaitu
moksartham ya ca iti dharmah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar