AJARAN KETUHANAN DALAM SIWATATTWA
Oleh : Karnadi, S.Pd.H, M.Si
I.
PENDAHULUAN
Sebelum membahas lebih jauh tentang
ajaran ketuhanan dalam siwatattwa, ada baiknya dibahas terlebih dahulu
pengertian siwatattwa. Siwatattwa berasal dari dua kata yaitu siwa dan tattwa.
Siwa berarti nama aspek Sang Hyang Widdhi atau Brahman dalam fungsinya sebagai
pelebur alam semesta atau nama Dewa dalam Tri Murti. Sedangkan tattwa menurut
kamus Sanskerta-Indonesia (I Gde Semadi Astra dkk,2001) berarti kebenaran,
kenyataan, dan sesungguhnya. Dengan demikian siwatattwa berarti ajaran
kebenaran atau kenyataan atau sesungguhnya dari aspek Sang Hyang Widdhi atau
Brahman dalam fungsi-Nya sebagai pelebur alam semesta atau Siwa.
Sumber ajaran siwatattwa adalah
lontar-lontar seperti; Bhuwana Kosa, Tattwa Jñāna, Mahājñāna, Ganapatitattwa,
Wrhanspatitattwa, Jñānasiddhānta, dan beberapa puja yang bercorak monisme.
Lontar-lontar tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta dan Jawa Kuna yang
kesemuanya bercorak Siwaistik. Apablia diperhatikan dari isi ajaran dalam
lontar-lontar tersebut, isinya mengandung persamaan dengan Veda Samhita,
Upanisad, Purana, dan darsana. Jadi tidak salah kiranya bila dikatakan bahwa
sumber ajaran siwatattwa adalah Veda.
Mengingat sumber ajaran siwatattwa
adalah Veda maka paham ketuhanan dalam siwatattwa juga sesuai dengan Veda yaitu
ketuhanan yang maha esa, esa dalam keanekaragaman, keanekaragaman dalam yang
esa. Juga dapat dikatakan bahwa paham ketuhanan dalam siwatattwa bersifat monotheistik.
Secara lebih jelas terdapat dalam
bahasan berikutnya.
II.
AJARAN
KETUHANAN DALAM SIWATATTWA
a.
Brahman
adalah Siwa
Dalam kitab-kitab Upanisad Tuhan sebagai sumber segala yang ada, pencipta,
pemelihara dan pelebur segala yang ada ini disebut dengan Brahman. Dari
Brahmanlah munculnya purusa, pradhana atau prakerti dan seterusnya dalam proses
penciptaan. Dari Brahmanlah kemudian tercipta wujud-wujud seperti Narayana,
Brahma, Wisnu dan Siwa. Akan tetapi karena siwatattwa ini bercorak siwaistik,
maka Bhatara Siwa adalah Brahman sebagai sumber segala yang ada, pencipta,
pemelihara, dan pelebur alam semesta beserta isinya. Dari Bhatara Siwalah
munculnya wujud-wujud Dewa seperti Narayana, Brahma, Wisnu dan seterusnya. Hal
ini dapat dilihat dalam Bhuwana Kosa , Ganapatitattwa, Jnanasiddhanta, dan
lain-lain yang menguraikan tentang penciptaan alam semesta dan makhluk-makhluk
hidup.
b.
Sifat Bhatara
Siwa; Nirguna dan Saguna, Transenden dan Imanent
Mengingat Bhatara Siwa adalah Brahman maka sifat-sifat
Bhatara Siwa adalah nirguna juga saguna. Nirguna artinya tanpa sifat-sifat dan
saguna adalah memiliki sifat-sifat yang bisa dikenali. Bhatara Siwa juga
bersifat transcendent dan immanent. Transcendent artinya Bhatara Siwa diluar jangkauan pikiran dan
indriya manusia. Sedangkan bersifat immanent
artinya hadir dimana-mana, meresapi segala yang ada, dan meliputi segala yang
ada. Hal ini tercantum dalam Bhuwana Kosa II.6 sebagai berikut :
Ṥivas sarvagata sūkṣmah bhūtānām antarikṣavāt,
Acintya mahāgṛhyante na indriyaṁ parigṛhyante.
Bhatara Ṥiwa sira wyāpaka, sira sūkṣma tar kneng
angên-angên, kadyangga ning ākāśa, tan kagṛhita de ning manah mwang indriya.
(Bhuwana
Kosa II.6)
Artinya :
Bhatara Siwa meresapi segala, ia gaib tak dapat dipikirkan,
Ia seperti angkasa tak terjangkau oleh pikiran dan indriya.
c.
Siwa adalah
sumber segala yang ada
Alam semesta dan segala yang ada ini, makhluk hidup dan benda
mati semuanya berasal dari Bhatara Siwa, dan pada akhirnya akan kembali pada
Bhatara Siwa demikian yang diajarkan dalam siwatattwa seperti dalam Bhuwana
Kosa berikut ini.
Yathottamam iti sarve, jagat tattwa va līyate,
Yathā sambhava te sarvam, tatra bhavati līyate.
Sakweh ning jagat kabeh, mijil sangkeng Bhaṭāra Ṥiwa
ika, līna ring Bhaṭāra Ṥiwa ya.
(Bhuwana
Kosa III.80)
Artinya:
Seluruh alam ini muncul dari Bhatara Siwa, lenyap kembali
kepada Bhatara Siwa juga.
d.
Siwa adalah
pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta (utpati, stiti, dan pralina)
Bila dalam kitab-kitab Purana
disebutkan bahwa tugas penciptaan alam semesta dan isinya ini diberika kepada
Brahma, pemeliharaan kepada Wisnu dan penyerapan kembali kepada Siwa, maka
dalam siwatattwa semua tugas tersebut dilaksanakan sendiri oleh Bhatara Siwa
sebagai Brahman. Hanya wujudnya saja sebagai Brahma, Wisnu dan Rudra. Hal ini
dijelaskan dalam sloka berikut ini;
Brahmāsṛjayate lokam, viṣṇuve pālakasthitam.
Rudratve samharaśceva, trimūrtih nama evaca.
Lwir Bhaṭṭara Ṥiwa magawe jagat, Brahmā rūpa sirān
pangrakṣa jagat, Wiṣṇu rūpa sirān pangrakṣa jagat, Rudra rūpa sira mralayakên
rat, nāhan tāwak nira, bheda nama.
(Bhuwana
Kosa III.76)
Artinya :
Adapun
penampakan Bhatara Siwa dalam menciptakan dunia ini adalah; Brahma wujudnya
waktu menciptakan dunia ini, Wisnu wujudnya waktu memelihara dunia ini, Rudra
wujudnya waktu mempralina dunia ini. Demikianlah tiga wujudnya (Tri Murti)
hanya beda nama.
Demikian
juga dalam sloka berikut :
Utpatti
bhagavān brahmā, sthiiti viṣṇuh tathevaca
Pralīna
bhagavān rudra, trayastrailokasaraṇaḥ.
Bhaṭāra
Brahmā sirotpatti, Bhatara Wiṣṇu sira sthiti, Bhaṭāra Rudra sira pralīṇa, nahan
tang tiga pinaka saraṇa ring loka.
(Bhuwana
Kosa VII.25)
Artinya
:
Bhatara
Brahma adalah pencipta, Bhatara wisnu adalah yang memelihara, Bhatara Rudra
adalah praline. Demikianlah Dewa yang tiga itu sebagai pelindung.
e.
Siwa ada di
mana-mana
Siwa sebagai Brahman hadir dimana-mana, meliputi dan meresapi
segala yang ada. Tak ada ruang yang tanpa kehadirannya. Kutipan sloka Bhuwana
Kosa berikut ini dapat memperjelas pernyataan di atas.
Kaste-kaste yathā bahniḥ, sukṣmatvam upalabhyate,
Bhūte-bhūte mahādevaḥ, sūkṣma eno upalabhyate.
Sang Hyang Apuy hanerikang kayu-kayu, ndatan katon,
makanimitta sūkṣmanira, yathā kadyangganing ākāśa, mangkana ta Bhaṭāra
Mahādewa, an hana ring sarwa māwak, ndātar kapangguh sira, makanimitta ng sūkṣmanira.
(Bhuwana
Kosa II.18)
Artinya :
Api itu ada pada kayu, namun tidak kelihatan, karena
halusnya, ibarat angkasa. Demikianlah Sang Hyang Mahadewa hadir pada semua yang
berwujud, tetapi tidak tampak, karena halusnya.
f.
Paramasiwatattwa,
Sadasiwatattwa, dan Atmikatattwa
Hakikat Siwa sebagai Brahman dapat dipahami dalam tiga
tingkat atau jenjang pengertian, yaitu; Paramasiwatattwa, Sadasiwatattwa, dan
Atmikatattwa. Hal ini dijelaskan dalam Tattwajnana 3, dan 4. Secara garis besar
pengertiannya sebagai berikut.
“Paramasiwatattwa adalah Bhatara dalam keadaan tanpa bentuk,
tidak bergerak, tidak guncang, tidak pergi, tidak mengalir, tidak ada asal,
tidak ada yang dituju, tidak berawal, tidak berakhir, hanya tetap kukuh, tidak
bergerak, diam selama-lamanya. Seluruh alam semesta dipenuhi-Nya, diliputi-Nya,
disangga-Nya, disusupi-Nya, sapta bhuana itu oleh-Nya. Sapta patala dipenuhi
sepenuh-penuhnya, tiada ruang yang tak terisi. Tidak dapat dikurangi, tidak
dapat ditambah. Ia tanpa aktivitas, juga tanpa tujua. Tidak dapat diganggu oleh
berbuatan baik atau buruk. Tidak dapat dikenal keseluruhannya, dst. …..”
(terjemahan sloka Tattwajnanan 3)
“Inilah Sadasiwatattwa namanya. Bhatara Sadasiwatattwa
bersifat wyāpāra. Wyāpāra artinya Ia dipenuhi oleh sarwājña (serba tahu) dan
sarwakāryakartā (serba kerja). Sarwājña dan sarwakāryakartā adalah padmāsana
sebagai tempat duduk Bhatara yang disebut çaduśakti, yaitu; jñānaśakti,
wibhuśakti, prabhuśakti, dan kriyaśakti. Dst…” (terjemahan tatwajnana 4).
Jñānaśakti ada tiga jenisnya, yaitu : dūrādarśana,
dūrāśrawana, dan dūrātmaka. Dūrādarśana adalah kemampuan melihat yang dekat
maupun yang jauh, dūrāśrawana adalah kemampuan mendengar yang dekat maupun yang
jauh, dan dūrātmaka adalah kemampuan mengetahui perbuatan yang dekat maupun
yang jauh.
Wibhuśakti adalah tak ada kekurangannya di seluruh alam
semesta ini. Prabhuśakti adalah tak dapat dirintangi segala yang
dikehendakinya. Kriyaśakti adalah kemampuan mengadakan atau menciptakan seluruh
alam semesta ini termasuk para dewa seperti Brahma, Wisnu, Iswara, dan
lain-lain.
Sedangkan Atmikatattwa adalah kondisi ketika Bhatara Sadasiwa
mengalami ūtaprota. Ūtaprota artinya dalam tenunan. Bhatara Sadasiwatattwa
disebut ūta bila menyusupi memenuhi mayatattwa seperti api yang berada dalam
kayu. Walaupun demikian hakikat Bhatara Siwa tetap sebagai kesadaran murni atau
cetana. Ia laksana pertama yang ditutupi oleh mayatattwa maka cahaya permata
itu tidak tampak. Inilah yang disebut prota. Bila permata itu dipisahkan dari
warna yang melekat pada dirinya maka ia akan kembali pada wujud yang
sebenarnya.
III.
PENUTUP
Demikianlah ajaran ketuhanan dalam Siwatattwa. Dengan
mempelajari ajaran ketuhanan dalam Siwatattwa dan ajaran-ajaran lainnya dalam
Siwatattwa, maka akan lebih jelas tentang konsep ketuhanan yang telah diajarkan
pada masyarakat Hindu Nusantara. Kegiatan-kegiatan ritual yang penuh dengan
perlambang yang dilaksanakan selama ini, ternyata memiliki kaitan yang erat
dengan ajaran dalam Siwatattwa. Semoga bermanfaat.
Depok,
10 October 2009
Karnadi
tulisan bapak akan sangat membantu khusus bagi umat yang masih mencari kejelasan tentang konsep ketuhanan di Hindu
BalasHapus