Rabu, 26 Agustus 2015

Ajaran Ketuhanan dalam Siwatattwa



AJARAN KETUHANAN DALAM SIWATATTWA

Oleh : Karnadi, S.Pd.H, M.Si
I.          PENDAHULUAN
Sebelum membahas lebih jauh tentang ajaran ketuhanan dalam siwatattwa, ada baiknya dibahas terlebih dahulu pengertian siwatattwa. Siwatattwa berasal dari dua kata yaitu siwa dan tattwa. Siwa berarti nama aspek Sang Hyang Widdhi atau Brahman dalam fungsinya sebagai pelebur alam semesta atau nama Dewa dalam Tri Murti. Sedangkan tattwa menurut kamus Sanskerta-Indonesia (I Gde Semadi Astra dkk,2001) berarti kebenaran, kenyataan, dan sesungguhnya. Dengan demikian siwatattwa berarti ajaran kebenaran atau kenyataan atau sesungguhnya dari aspek Sang Hyang Widdhi atau Brahman dalam fungsi-Nya sebagai pelebur alam semesta atau Siwa.
Sumber ajaran siwatattwa adalah lontar-lontar seperti; Bhuwana Kosa, Tattwa Jñāna, Mahājñāna, Ganapatitattwa, Wrhanspatitattwa, Jñānasiddhānta, dan beberapa puja yang bercorak monisme. Lontar-lontar tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta dan Jawa Kuna yang kesemuanya bercorak Siwaistik. Apablia diperhatikan dari isi ajaran dalam lontar-lontar tersebut, isinya mengandung persamaan dengan Veda Samhita, Upanisad, Purana, dan darsana. Jadi tidak salah kiranya bila dikatakan bahwa sumber ajaran siwatattwa adalah Veda.
Mengingat sumber ajaran siwatattwa adalah Veda maka paham ketuhanan dalam siwatattwa juga sesuai dengan Veda yaitu ketuhanan yang maha esa, esa dalam keanekaragaman, keanekaragaman dalam yang esa. Juga dapat dikatakan bahwa paham ketuhanan dalam siwatattwa bersifat monotheistik. Secara lebih jelas terdapat dalam  bahasan berikutnya.

II.        AJARAN KETUHANAN DALAM SIWATATTWA
a.         Brahman adalah Siwa
Dalam kitab-kitab Upanisad Tuhan  sebagai sumber segala yang ada, pencipta, pemelihara dan pelebur segala yang ada ini disebut dengan Brahman. Dari Brahmanlah munculnya purusa, pradhana atau prakerti dan seterusnya dalam proses penciptaan. Dari Brahmanlah kemudian tercipta wujud-wujud seperti Narayana, Brahma, Wisnu dan Siwa. Akan tetapi karena siwatattwa ini bercorak siwaistik, maka Bhatara Siwa adalah Brahman sebagai sumber segala yang ada, pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta beserta isinya. Dari Bhatara Siwalah munculnya wujud-wujud Dewa seperti Narayana, Brahma, Wisnu dan seterusnya. Hal ini dapat dilihat dalam Bhuwana Kosa , Ganapatitattwa, Jnanasiddhanta, dan lain-lain yang menguraikan tentang penciptaan alam semesta dan makhluk-makhluk hidup.



b.        Sifat Bhatara Siwa; Nirguna dan Saguna, Transenden dan Imanent
Mengingat Bhatara Siwa adalah Brahman maka sifat-sifat Bhatara Siwa adalah nirguna juga saguna. Nirguna artinya tanpa sifat-sifat dan saguna adalah memiliki sifat-sifat yang bisa dikenali. Bhatara Siwa juga bersifat transcendent dan immanent. Transcendent artinya Bhatara Siwa diluar jangkauan pikiran dan indriya manusia. Sedangkan bersifat immanent artinya hadir dimana-mana, meresapi segala yang ada, dan meliputi segala yang ada. Hal ini tercantum dalam Bhuwana Kosa II.6 sebagai berikut :
Ṥivas sarvagata sūkṣmah bhūtānām antarikṣavāt,
Acintya mahāgṛhyante na indriyaṁ parigṛhyante.

Bhatara Ṥiwa sira wyāpaka, sira sūkṣma tar kneng angên-angên, kadyangga ning ākāśa, tan kagṛhita de ning manah mwang indriya.
                                                                                              (Bhuwana Kosa II.6)
Artinya :
Bhatara Siwa meresapi segala, ia gaib tak dapat dipikirkan, Ia seperti angkasa tak terjangkau oleh pikiran dan indriya.

c.         Siwa adalah sumber segala yang ada
Alam semesta dan segala yang ada ini, makhluk hidup dan benda mati semuanya berasal dari Bhatara Siwa, dan pada akhirnya akan kembali pada Bhatara Siwa demikian yang diajarkan dalam siwatattwa seperti dalam Bhuwana Kosa berikut ini.

Yathottamam iti sarve, jagat tattwa va līyate,
Yathā sambhava te sarvam, tatra bhavati līyate.

Sakweh ning jagat kabeh, mijil sangkeng Bhaṭāra Ṥiwa ika, līna ring Bhaṭāra Ṥiwa ya.
                                                                                              (Bhuwana Kosa III.80)
Artinya:
Seluruh alam ini muncul dari Bhatara Siwa, lenyap kembali kepada Bhatara Siwa juga.

d.        Siwa adalah pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta (utpati, stiti, dan pralina)
Bila dalam kitab-kitab Purana disebutkan bahwa tugas penciptaan alam semesta dan isinya ini diberika kepada Brahma, pemeliharaan kepada Wisnu dan penyerapan kembali kepada Siwa, maka dalam siwatattwa semua tugas tersebut dilaksanakan sendiri oleh Bhatara Siwa sebagai Brahman. Hanya wujudnya saja sebagai Brahma, Wisnu dan Rudra. Hal ini dijelaskan dalam sloka berikut ini;


Brahmāsṛjayate lokam, viṣṇuve pālakasthitam.
Rudratve samharaśceva, trimūrtih nama evaca.

Lwir Bhaṭṭara Ṥiwa magawe jagat, Brahmā rūpa sirān pangrakṣa jagat, Wiṣṇu rūpa sirān pangrakṣa jagat, Rudra rūpa sira mralayakên rat, nāhan tāwak nira, bheda nama.
                                                                                              (Bhuwana Kosa III.76)
Artinya :
Adapun penampakan Bhatara Siwa dalam menciptakan dunia ini adalah; Brahma wujudnya waktu menciptakan dunia ini, Wisnu wujudnya waktu memelihara dunia ini, Rudra wujudnya waktu mempralina dunia ini. Demikianlah tiga wujudnya (Tri Murti) hanya beda nama.

Demikian juga dalam sloka berikut :
Utpatti bhagavān brahmā, sthiiti viṣṇuh tathevaca
Pralīna bhagavān  rudra, trayastrailokasaraṇaḥ.

Bhaṭāra Brahmā sirotpatti, Bhatara Wiṣṇu sira sthiti, Bhaṭāra Rudra sira pralīṇa, nahan tang tiga pinaka saraṇa ring loka.
                                                                                              (Bhuwana Kosa VII.25)
Artinya :
Bhatara Brahma adalah pencipta, Bhatara wisnu adalah yang memelihara, Bhatara Rudra adalah praline. Demikianlah Dewa yang tiga itu sebagai pelindung.

e.         Siwa ada di mana-mana
Siwa sebagai Brahman hadir dimana-mana, meliputi dan meresapi segala yang ada. Tak ada ruang yang tanpa kehadirannya. Kutipan sloka Bhuwana Kosa berikut ini dapat memperjelas pernyataan di atas.
Kaste-kaste yathā bahniḥ, sukṣmatvam upalabhyate,
Bhūte-bhūte mahādevaḥ, sūkṣma eno upalabhyate.

Sang Hyang Apuy hanerikang kayu-kayu, ndatan katon, makanimitta sūkṣmanira, yathā kadyangganing ākāśa, mangkana ta Bhaṭāra Mahādewa, an hana ring sarwa māwak, ndātar kapangguh sira, makanimitta ng sūkṣmanira.
                                                                                              (Bhuwana Kosa II.18)


Artinya :
Api itu ada pada kayu, namun tidak kelihatan, karena halusnya, ibarat angkasa. Demikianlah Sang Hyang Mahadewa hadir pada semua yang berwujud, tetapi tidak tampak, karena halusnya.

f.          Paramasiwatattwa, Sadasiwatattwa, dan Atmikatattwa
Hakikat Siwa sebagai Brahman dapat dipahami dalam tiga tingkat atau jenjang pengertian, yaitu; Paramasiwatattwa, Sadasiwatattwa, dan Atmikatattwa. Hal ini dijelaskan dalam Tattwajnana 3, dan 4. Secara garis besar pengertiannya sebagai berikut.
“Paramasiwatattwa adalah Bhatara dalam keadaan tanpa bentuk, tidak bergerak, tidak guncang, tidak pergi, tidak mengalir, tidak ada asal, tidak ada yang dituju, tidak berawal, tidak berakhir, hanya tetap kukuh, tidak bergerak, diam selama-lamanya. Seluruh alam semesta dipenuhi-Nya, diliputi-Nya, disangga-Nya, disusupi-Nya, sapta bhuana itu oleh-Nya. Sapta patala dipenuhi sepenuh-penuhnya, tiada ruang yang tak terisi. Tidak dapat dikurangi, tidak dapat ditambah. Ia tanpa aktivitas, juga tanpa tujua. Tidak dapat diganggu oleh berbuatan baik atau buruk. Tidak dapat dikenal keseluruhannya, dst. …..” (terjemahan sloka Tattwajnanan 3)

“Inilah Sadasiwatattwa namanya. Bhatara Sadasiwatattwa bersifat wyāpāra. Wyāpāra artinya Ia dipenuhi oleh sarwājña (serba tahu) dan sarwakāryakartā (serba kerja). Sarwājña dan sarwakāryakartā adalah padmāsana sebagai tempat duduk Bhatara yang disebut çaduśakti, yaitu; jñānaśakti, wibhuśakti, prabhuśakti, dan kriyaśakti. Dst…” (terjemahan tatwajnana 4).

Jñānaśakti ada tiga jenisnya, yaitu : dūrādarśana, dūrāśrawana, dan dūrātmaka. Dūrādarśana adalah kemampuan melihat yang dekat maupun yang jauh, dūrāśrawana adalah kemampuan mendengar yang dekat maupun yang jauh, dan dūrātmaka adalah kemampuan mengetahui perbuatan yang dekat maupun yang jauh.

Wibhuśakti adalah tak ada kekurangannya di seluruh alam semesta ini. Prabhuśakti adalah tak dapat dirintangi segala yang dikehendakinya. Kriyaśakti adalah kemampuan mengadakan atau menciptakan seluruh alam semesta ini termasuk para dewa seperti Brahma, Wisnu, Iswara, dan lain-lain.

Sedangkan Atmikatattwa adalah kondisi ketika Bhatara Sadasiwa mengalami ūtaprota. Ūtaprota artinya dalam tenunan. Bhatara Sadasiwatattwa disebut ūta bila menyusupi memenuhi mayatattwa seperti api yang berada dalam kayu. Walaupun demikian hakikat Bhatara Siwa tetap sebagai kesadaran murni atau cetana. Ia laksana pertama yang ditutupi oleh mayatattwa maka cahaya permata itu tidak tampak. Inilah yang disebut prota. Bila permata itu dipisahkan dari warna yang melekat pada dirinya maka ia akan kembali pada wujud yang sebenarnya.

III.      PENUTUP
Demikianlah ajaran ketuhanan dalam Siwatattwa. Dengan mempelajari ajaran ketuhanan dalam Siwatattwa dan ajaran-ajaran lainnya dalam Siwatattwa, maka akan lebih jelas tentang konsep ketuhanan yang telah diajarkan pada masyarakat Hindu Nusantara. Kegiatan-kegiatan ritual yang penuh dengan perlambang yang dilaksanakan selama ini, ternyata memiliki kaitan yang erat dengan ajaran dalam Siwatattwa. Semoga bermanfaat.

                                                                                         Depok, 10 October 2009
                                                                                        
                                                                                         Karnadi

1 komentar:

  1. tulisan bapak akan sangat membantu khusus bagi umat yang masih mencari kejelasan tentang konsep ketuhanan di Hindu

    BalasHapus